Meski zakat diambil dari salah satu syariat Islam, kata Didi, Perda itu mengatur soal kepentingan umum. Seperti soal pengelolaan dan pendistribusiannya ke masyarakat. Apalagi Indonesia sudah memiliki Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, Kepmenag Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU Nomor 38 Tahun 1999.
”Juga bukan hanya orang Islam saja yang akan mendapatkan bagian, mereka yang non muslim pun akan mendapatkannya,” katanya.
Namun jawaban para pengusul tak bisa meluluhkan anggota Dewan yang bukan pengusul. Terutama para anggota Fraksi PDS, Fraksi Aliansi Nasional dan Bastoni Solichin dari Fraksi Partai Demokrat. Mereka bersikukuh menolak rancangan Perda itu.
Bastoni Solichin misalnya, tetap khawatir jika Perda ini nantinya hanya akan memberi gambaran keliru terhadap makna Bhineka Tunggal Ika. Karena, katanya, hanya mengatur sekelompok masyarakat saja, yakni umat Islam.
Menurutnya, agama dan negara adalah dua entitas hidup yang otonom. Keduanya harus saling menghormati. “Apakah perda ini tidak merampas otonom Islam untuk mengatur zakat,” ujar Bastoni.
Tapi, yang menyetujui tetap lebih banyak. Aris Hardy Halim yang memimpin sidang meminta persetujuan forum paripurna. Melihat sebagian besar setuju, ia langsung mengetukkan palunya.
Sikap Aris yang langsung ketuk palu, tanpa menawarkan musyawarah mufakat atau melakukan voting, diinterupsi Onward Siahaan, Ketua FAN dari Partai Pelopor.
”Kami menyatakan tak akan ikut bertanggung jawab,” ujarnya. Langkah Onward diikuti PDS. ”Kami juga tak akan ikut terlibat dalam Pansus nanti,” katanya usai sidang.
Jadilah Pansus Zakat di DPRD Batam tanpa diikuti dua fraksi yakni PDS dan FAN. Dua fraksi itu tak mewakilkan anggotanya di dalam Pansus. Didi Suryadi akhirnya dipilih sebagai Ketua Pansus. (Sumber:http://batampos.co.id/Metropolis/Metropolis/Jalan__Panjang_Perda_Zakat_.html)
Komentar Ceu Lutuk:
"Masih Mau Golput??
Tidak ada komentar:
Posting Komentar